KERAJAAN DEMAK
Kerajaan Demak adalah
kerajaan Islam terbesar di
pantai utara Jawa ("Pasisir"). Menurut tradisi Jawa, Demak sebelumnya merupakan keadipatian (kadipaten)
dari kerajaan Majapahit, dan tercatat menjadi pelopor penyebaran agama Islam di pulau
Jawa dan Indonesia pada
umumnya. Kerajaan Demak tidak berumur panjang dan segera mengalami kemunduran
karena terjadi perebutan kekuasaan di antara kerabat kerajaan. Pada tahun 1568, kekuasaan Demak beralih ke Kerajaan
Pajang yang didirikan oleh Jaka
Tingkir. Salah satu peninggalan bersejarah Kerajaan Demak
ialah Mesjid Agung Demak, yang menurut tradisi didirikan oleh Walisongo. Lokasi ibukota Kerajaan Demak, yang pada masa itu masih
dapat dilayari dari laut dan dinamakan Bintara (dibaca "Bintoro" dalam bahasa
Jawa), saat ini telah menjadi kota Demak di Jawa
Tengah. Periode ketika beribukota di sana kadang-kadang
dikenal sebagai "Demak Bintara". Pada masa raja ke-4 ibukota
dipindahkan ke "Prawata" (dibaca "Prawoto").
Masjid Agung Demak yang dibangun dengan arsitektur tradisional jawa |
Cikal-bakal
Pada saat kerajaan Majapahit mengalami masa surut,
secara praktis wilayah-wilayah kekuasaannya mulai memisahkan diri.
Wilayah-wilayah yang terbagi menjadi kadipaten-kadipaten tersebut saling
serang, saling mengklaim sebagai pewaris tahta Majapahit.
Demak didirikan di perapat terakhir abad ke-15,
kemungkinan besar oleh seorang Tionghoa Muslim bernama Cek Ko-po.
Kemungkinan besar puteranya adalah orang yang oleh Tomé Pires dalam Suma Oriental-nya
dijuluki "Pate Rodim", mungkin
dimaksudkan "Badruddin" atau "Kamaruddin" dan meninggal
sekitar tahun 1504. Putera atau adik Rodim, yang bernama Trenggana bertahta
dari tahun 1505 sampai
1518, kemudian dari tahun 1521 sampai 1546. Di antara kedua masa ini yang
bertahta adalah iparnya, raja Yunus dari Jepara.
Tradisi Jawa menceritakan bahwa pada masa itu, arus
kekuasaan mengerucut pada dua adipati,[rujukan?] yaitu
Raden Patah dan Ki Ageng Pengging. Sementara Raden Patah
mendapat dukungan dari Walisongo, Ki Ageng
Pengging mendapat dukungan dari Syekh Siti
Jenar.
Di bawah Pati Unus
Demak di bawah Pati Unus adalah
Demak yang berwawasan nusantara. Visi besarnya adalah menjadikan Demak sebagai
kerajaan maritim yang besar. Pada masa kepemimpinannya, Demak merasa terancam
dengan pendudukan Portugis di Malaka. Dengan adanya Portugis di
Malaka, kehancuran pelabuhan-pelabuhan Nusantara tinggal menunggu waktu.
Di bawah Trenggana
Trenggana berjasa
atas penyebaran Islam di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di bawahnya, Demak mulai
menguasai daerah-daerah Jawa lainnya seperti merebutSunda Kelapa dari Pajajaran serta
menghalau tentara Portugis yang
akan mendarat di sana (1527), Tuban (1527), Madiun (1529), Surabaya dan
Pasuruan (1527), Malang (1545), dan Blambangan,
kerajaan Hindu terakhir di ujung timur pulau Jawa (1527, 1546). Panglima perang Demak waktu
itu adalah Fatahillah, pemuda
asal Pasai (Sumatera), yang juga menjadi menantu raja Trenggana. Trenggana meninggal pada tahun 1546 dalam
sebuah pertempuran menaklukkan Pasuruan, dan kemudian digantikan oleh Sunan Prawoto
Kemunduran
Suksesi
ke tangan Sunan Prawoto tidak berlangsung mulus. Ia ditentang oleh adik
Trenggana, yaitu Pangeran Sekar Seda Lepen. Pangeran Sekar
Seda Lepen akhirnya terbunuh. Pada tahun 1561 Sunan Prawoto beserta keluarganya
"dihabisi" oleh suruhan Arya Penangsang,
putera Pangeran Sekar Seda Lepen. Arya Penangsang kemudian menjadi penguasa
tahta Demak. Suruhan Arya Penangsang juga membunuh Pangeran Hadiri adipati Jepara, dan hal ini menyebabkan banyak adipati
memusuhi Arya Penangsang.
Arya
Penangsang akhirnya berhasil dibunuh dalam peperangan oleh Sutawijaya, anak
angkat Joko Tingkir. Joko
Tingkir memindahkan pusat pemerintahan kePajang, dan di sana ia mendirikan Kerajaan Pajang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar