create your own banner at mybannermaker.com!

Rabu, 10 Oktober 2012

Sejarah Batik Lasem



SEJARAH BATIK LASEM

Asal mula Batik Lasem berasal dari Kota kecamatan di Kabupaten Rembang sekitar 12 kilometer arah timur kota Rembang, Jawa Tengah. Batik Lasem banyak dipengaruhi oleh budaya Tionghoa, budaya local masyarakat pesisir utara, budaya keraton Surakarta dan keratin Yogyakarta.
Batik Lasem biasanya mempunyai corak berwarna merah, ragam motif burung hong dan binatang kilin yaitu binatang semacam singa. Batik Lasem juga sering disebut sebagai batik Encim yang mana Encim adalah sebutan untuk kaum Tionghoa peranakan untuk wanita yang usianya telah lanjut.
Selain itu juga Batik Lasem memiliki motif latohan dan watu pecah. Yang mana latohan adalah motif tumbuhan latoh yaitu sejenis rumput laut yang menjadi salah satu makanan khas masyarakat lasem. Dan motif watu pecah merupakan ekspresi kejengkelan warga masyarakat Lasem terhadap daendles yang banyak menelan korban jiwa.
Tak dipungkiri lagi bahwa para pedagang Tionghoa perantauan pada zaman dahulu yang dating ke Lasem banyak memberikan pengaruh yang kuat terhadap corak Batik Lasem. Bahkan kemudian banyak pedagang-pedagang tersebut yang kemudian beralih menjadi pengusaha batik di kota Lasem. Pengaruh keraton terlihat pada motif kawung dan parang, sedangkan pengaruh masyarakat pesisir utara terlihat pada campuran warna cerah merah, biru, hijau, dan kuning.
Pada masa jayanya dahulu, setiap rumah orang Tionghoa mempunyai usaha pembatikan dengan merekrut tenaga pembatik dari daerah desa sekitar. Para pekerja ini melakukan pembatikan hanya untuk mengisi waktu ketika menunggu masa tanam dan panen padi. Batik Lasem ini sudah ada sejak berabad silam dan sempat mengharumkan nama kota Rembang dengan menjadi komoditi di Asia.
 

PROSES PEMBUATAN BATIK TULIS LASEM


Proses pembuatan batik tulis yang tidak mudah serta membutuhkan waktu lama merupakan alasan utama mengapa menumbuhkan seseorang menjadi pembatik itu tidak bisa dalam waktu sebentar. Bila dilihat dari cara pembuatannya, selembar kain putih harus melewati beberapa proses yang tidak singkat untuk menjadi sebuah batik tulis. Masing-masing prosespun biasanya dikerjakan oleh seorang pembatik yang berspesialisasi pada proses tersebut. Paling tidak ada delapan tahapan yang harus dilakukan untuk membuat sebuah batik tulis Lasem, dimulai dari mempersiapkan kain putih sebagai bahan utama dalam pembuatan batik. Dahulu, bahan yang digunakan untuk kain batik kebanyakan berupa kain mori yang murah serta mudah diperoleh. Namun seiring perkembangan batik, permintaan akan bahan batik tulis yang lebih halus semakin meningkat. Maka kain batik tidak lagi hanya terbuat dari mori, tetapi jenis bahan lain seperti kain katun, kain rayon, kain rami hingga sutra semakin banyak diminati disesuaikan dengan kalangan pemakai.
Tahapan pembuatan batik
  1. Mengetel, menghilangkan kanji dari mori dengan cara membasahi mori tersebut dengan larutan minyak kacang, soda abu, tipol dan air secukupnya. Setelah itu mori diuleni lagi dan dijemur kembali, lalu diuleni dan dijemur kembali. Proses ini diulang sampai tiga minggu lamanya lalu dicuci sampai bersih. Proses ini dilakukan agar nantinya zat warna yang digunakan dalam proses membatik bisa meresap kedalam serat kain dengan sempurna.
  1. Mola, proses memberi pola sesuai dengan motif. Pola batik biasanya sudah dibuat sebelumnya pada kain, bisa dengan cara menjiplak dari pola batik yang sudah ada. Tetapi, tidak jarang pembatik profesional yang sudah mahir langsung menggoreskan pola yang ada diingatan mereka langsung ke kain dengan menggunakan canting.
  2. Nglengkreng,  setelah kain batik diberi pola motif utama, tahap selanjutnya ialah memberikan detail pada motif-motif tersebut. Proses pemberian detail pada motif ini sudah tidak sesulit seperti tahap membuat pola yang dilakukan sebelumnya, namun biasanya proses ini dilakukan oleh pembatik yang sama. Pemberian detail pasa kain batik tentunya disesuaikan dengan motif yang dibuat pada saat pembuatan pola. Proses mola dan nglengkreng  ini membutuhkan waktu yang cukup lama serta paling membutuhkan ketelitian yang tinggi dari para pembatik.
  3. Isen-isen, mengisi bagian-bagian kain yang masih kosong dengan ornamen-ornamen. Proses ini tidak bisa sembarang dilakukan dengan memberikan ornamen, tetapi juga harus memperhatikan motif dari kain batik itu sendiri. Proses ini bagi kalangan yang paham akan motif batik memiliki makna yang berbeda-beda dan menunjukkan kekhasan dari setiap daerah. Isen-isen pada batik Lasem berupa sawut  yang berbeda dengan sawutan pada batik Yogyakarta maupun Solo. Sawut pada batik Lasem lebih seperti garis melengkung yang berkepala diujungnya.
  4. Nerusi,  membatik dengan mengikuti motif pembatikan pertama pada bekas tembusan di sebaliknya. Nerusi tidak berbeda dengan mola dan batikan pertama berfungsi sebagai pola. Tujuan utama nerusi  untuk mempertebal tembusan batikan pertama serta untuk memperjelas sisi lainnya.
  5. Nembok, adalah menutup gambar dengan malam. Ini merupakan tahap awal dalam proses pewarnaan batik. Sebuah batikan tentu tidak seluruhnya diberi warna, atau akan diberi warna yang bermacam-macam pada waktu proses penyelesaian menjadi kain. Bagian-bagian yang tidak akan diberi warna, atau akan diberi warna sesudah bagian yang lain, harus ditutup terlebih dahulu dengan malam. Cara menutupnya sama dengan cara membatik bagian lain dengan mempergunakan canting tembokan. Canting yang digunakan untuk proses nembok  yaitu bercukuk besar.
  6. Ngelir, yaitu memberi warna pada batik. Batik Lasem dikenal dengan warna merahnya yang khas, seperti warna merah darah ayam, yang tidak bisa ditiru oleh pengrajin batik kota lain. Konon, warna itu tercipta karena unsur mineral dalam air yang dipakai untuk mbabar (salah satu proses pewarnaan).  Dengan warna merah tersebut muncullah batik bangbiru, batik bangjo, serta batik tiga negeri. Batik tiga negeri adalah batik yang diwarnai di tiga tempat: merah di Lasem, sogan di Solo dan biru di Pekalongan. Proses pewarnaan batik sendiri dilakukan dalam sebuah bak khusus pewarnaan.
  7. Lorot, proses menghilangkan lapisan lilin yang terdapat pada kain dengan cara merebus dalam air panas. Tujuannya untuk memperjelas motif yang telah digambar sebelumnya.
  8. Proses terakhir adalah menjemur kain yang sudah dilorot hingga kering. Kemudian barulah batik yang sudah kering tersebut dilapisi dengan wax serta dipress. Batik siap dipasarkan.

Penggalan Novel dan Unsur Intrinsiknya



NEGERI 5 MENARA

Alif lahir di pinggir Danau Maninjau dan tidak pernah menginjak tanah di luar ranah Minangkabau. Alif dari kecil sudah bercita-cita ingin menjadi B.J Habibie, maka dari itu selepas tamat SMP Alif sudah berencana melanjutkan sekolah Ke SMU negeri di Padang yang akan memuluskan langkahnya untuk kuliah dijurusan yang sesuai. Namun, Amak menginginkan Alif jadi penerus Buya Hamka, membuat mimpi Alif kandas.
Alif diberi pilihan sekolah di sekolah agama atau mondok di pesantren. Sempat marah tapi akhirnya Alif ikhlas karena alif tidak ingin mengecewakan harapan orang tua khususnya ibu, alif pun menjalankan keinginan ibunya dan masuk pondok. Atas saran dari pamannya dikairo alif kecil pun memutuskan untuk melanjutkan sekolah di pondok yang ada di Jawa Timur : PONDOK MADANI. Walaupun awalnya amak berat dengan keputusan Alif yang memilih pondok di Jawa bukan yang ada di dekat rumah mereka dengan pertimbangan Alif belum pernah menginjak tanah diluar ranah minang , namun akhirnya ibunya merestui keinginan Alif itu.
Awalnya Alif setengah hati menjalani pendidikan dipondok karena dia harus merelakan cita-citanya yang ingin kuliah di ITB dan menjadi seperti Habibie. Namun kaliamat bahasa Arab yang didengar Alif dihari pertama di PM (pondok madani )mampu mengubah pandangan alif tentang melanjutkan pendidikan di Pesantren sama baiknya dengan sekolah umum. " mantera" sakti yang diberikan kiai Rais (pimpinan pondok ) man jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil. Dan Alif pun mulai menjalani hari-hari dipondok dengan ikhlas dan bersungguh-sungguh.
Di PM Alif berteman dengan Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung dan si jenius Baso dari Gowa, Sulawesi. Ternyata kehidupan di PM tidak semudah dan sesantai menjalani sekolah biasa. Hari-hari Alif dipenuhi kegiatan hapalan Al-Qur'an, belajar siang-malam, harus belajar berbicara bahasa Arab dan Inggris di 6 Bulan pertama. Karena PM melarang keras murid-muridnya berbahasa Indonesia, PM mewajibkan semua murid berbahasa Arab dan Inggris. Belum lagi peraturan ketat yang diterapkan PM pada murid yang apabila melakukan sedikit saja kesalahan dan tidak taat peraturan yang berakhir pada hukuman yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya. Tahun-tahun pertama Alif dan ke 5 temannya begitu berat karena harus menyesuaikan diri dengan peraturan di PM.
Hal yang paling berat dijalani di PM adalah pada saat ujian, semua murid belajar 24 jam nonstop dan hanya beberapa menit tidur. Mereka benar-benar harus mempersiapkan mental dan fisik yang prima demi menjalani ujian lisan dan tulisan yang biasanya berjalan selama 15 hari. Namun disela rutinitas di PM yang super padat dan ketat. Alif dan ke 5 selalu menyempatkan diri untuk berkumpul dibawah menara mesjid , sambil menatap awan dan memikirkan cita-cita mereka kedepan.
Ditahun kedua dan seterusnya kehidupan Alif dan rekan-rekannya lebih berwarna dan penuh pengalaman menarik. Di PM semua teman, guru, satpam, bahkan kakak kelas adalah keluarga yang harus saling tolong menolong dan membantu. Semua terasa begitu kompak dan bersahabat, sampai pada suatu hari yang tak terduga, Baso , teman alif yang paling pintar dan paling rajin memutuskan keluar dari PM karena permasalahan ekonomi dan keluarga.
Kepergian Baso, membangkitkan semangat Alif, Atang, Dulmajid, Raja dan Said untuk menamatkan PM dan menjadi orang sukses yang mampu mewujudkan cita-cita mereka menginjakkan kaki di benua Eropa dan Amerika. Kini semua mimpi kami berenamtelah menjadi nyata. Kami berenam telah  berada lima Negara yang berbeda, sesuai dengan lukisan dan imajinasi kita di awan. Aku (Alif) berada di Amerika, Raja di Eropa,  sementara Atang di Afrika, Baso berada di Asia, sedangkan Said dan Dulmajid sangat nasionalis mereka di Negara kesatuan Indonesia tercinta.  Di lima menara impian kami. Jangan pernah remehkan impian, walau setinggi apa pun. Tuhan sungguh Maha Pendengar.
Man jadda wajadda, siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil…
Novel ini benar-benar memberikan inspirasi bagi siapa saja yang ingin sukses dan berhasil, bahwa dimana ada usaha disitu ada jalan. Dan ikhlaslah dalam menjalani apapun yang ada dikehidupan kita, niscaya usaha dan keikhlasan hati akan diridhoi Tuhan Yang Maha Esa.
 Sebuah novel yang terinspirasi dari kisah nyata ini banyak memberikan pelajaran hidup bagi kita. Mulai dari semangat belajar para sahibul menara, kesabarannya, dan pegorbanan mereka demi menimbah ilmu di Pondok Madani. Semoga dari pengalaman mereka dapat memberikan kita motivasi dalam mencari ilmu dan menghadapi kehidupan.


Unsur Intrinsik dan Sinopsis Novel "Negeri 5 Menara"
Judul              : Negeri 5 Menara
Alur                 : Maju-Mundur (campuran)
Dimana tokoh utama (Alif Fikri) kilas balik dari ingatannya  akan masa silam ketika menimbah ilmu di Pondok Madani hingga membuahkan hasil yang menyenangkan dimasa kini.
Penokohan    :
Ø  Alif Fikri (tokoh utama)        : pandai, sosok gennerasi muda yang penuh motivasi, bakat, penuh semangat, dan tidah mudah putus asa.
Ø  Raja                : Teman Alif sesama sahibul menara.
Ø  Said                : Teman Alif sesama sahibul menara.
Ø  Dulmajid        : Teman Alif sesama sahibul menara.
Ø  Atang              : Teman Alif sesama sahibul menara.
Ø  Baso                 : merupakan anak yang paling rajin dan paling bersegera disuruh ke mesjid.
Ø  Ustad Salman   : Wali kelas Alif. Laki-laki muda bertubuh kurus bersuara lantang.
Ø  Amak              : menjunjung tinggi nilai agama, tegas, baik.
Ø  Ayah               : sabar, baik, menjunjung tinggi nilai agama.

Sang Pemimpi

Senin pagi, setengah jam sebelum jam masuk, Pak Mustar mengunci pintu pagar sekolah. Banyak siswa yang terlambat termasuk aku, Arai, dan Jimbron. Saat itu Arai menirukan gaya Pak Mustar berpidato. Pak Mustar marah, dia mengajak dua penjaga sekolah untuk mengejar kami. Ketika itu, aku dan Jimbron sedang duduk santai di depan hadapan sekelompok siswa perempuan. Aku langsung meminyaki rambutku dengan minyak rambut dan menyisir rapi agar para siswa perempuan terkesan.
Ketika aku mendekati mereka, mereka justru berteriak ketakutan. Ternyata Pak Mustar yang geram berdiri tepat di belakangku. Ia menarik kerah bajuku dan menyentaknya sampai kancing bajuku lepas. Pak Mustar berusaha menamparku tetapi aku merunduk. Aku langsung mengambil ancang-ancang untuk melesat pergi.
Aku melesat lari, segerombolan siswa, Arai, dan Jimbron berlarian ke berbagai arah. Sialnya, hanya aku yang dikejar Pak Mustar. Aku berlari menyusuri pagar sekolah. Banyak murid-murid menyemangatiku karena juga benci dengan Pak Mustar. Aku berlari semakin kencang menuju pasar pagi. Aku bertemu Arai dan Jimbron yang kelelahan. Aku dan Arai menopang Jimbron yang tak sanggup berlari menuju gudang peti es. Arai menyuruhku masuk ke dalam peti es berisi ikan. Aku ditindih Jimbron dan Arai.
Nyonya Ho Pho, pemilik gudang peti es itu menyuruh pembantunya mengangkat peti kami ke stanplat. Ketika kami diangkat, Arai justru tersenyum padaku. Mungkin ia merasa kejadian ini adalah kejadian yang fantastik. Aku melihat dari pandangan Arai yang melihat pasar yang kumuh menjadi seakan taman indah. Beginikah seorang pemimpi melihat dunia? Ketika kami diletakkan dan Nyonya Pho menghampiri kami kami melonjak keluar. Nyonya Pho terkejut dan akhirnya jatuh tak berdaya. Ia mengira kami adalah ikan duyung.
Sebenarnya Arai masih bertalian darah denganku. Neneknya adalah adik kakekku dari pihak Ibu. Ketika menginjak kelas 1 SD,Ibunya meninggal ketika melahirkan adiknya yang juga meninggal. Baru kelas 3 SD, dia sudah ditinggal Ayahnya yang juga meninggal. Kemudian ia dipungut keluarga kami.
Aku teringat saat aku dan Ayahku menumpang truk kopra menjemput Arai. Dia sudah lama menunggu kami, kami bertiga meninggalkan rumah Arai. Aku sedih melihat keadaannya yang sudah sebatang kara. Tapi ia berusaha menghiburku dengan mainan yang ia buat sendiri. Orang Melayu menyebut orang terakhir dalam silsilah keluarga disebut Simpai Keramat. Ia merasa bahagia karena siap memulai hidup baru.
Aku merasa dilindungi oleh Arai. Ia adalah saudara, sahabat, dan pelindung bagiku. Ketika ia menunjukkan gaya rambut paling baru, aku langsung mencobanya dan memperlihatkan kepada abang-abangku. Mereka mengejekku, tapi Arai menyemangatiku. Gayanya bagaikan Lone Ranger.
Sore itu aku dan Arai sedang bermain di pekarangan. Mak Cik Maryamah datang dengan anak-anaknya meminjam beras. Beras itu rencananya akan ditukar oleh biola Nurmi, anaknya. Tetapi ibuku membiarkan biola itu disimpan Nurmi. Arai merencanakan sesuatu tetapai aku tidak tahu.
Aku mengikutinya ke kamar. Ia memecahkan celengan tanah liatnya. Tanpa pikir panjang aku pun ikut memecahkan celenganku. Ia menyuruhku mengantungi uang itu dengan karung gandum. Ia menyuruhku mengikutinya. Dengan dua sepeda kami pergi. Kupikir kami akan menyerahkan uang itu kepada Mak Cik Maryamah. Tetapi Arai justru berbelok menuju pasar.
Aku tak tahu apa yang Arai pikirkan. Tiba-tiba ia berhenti di toko A Siong. Ia menumpahkan uang itu dari karung gandum. Ia meminta terigu, gandum, dan gula. Karena aku tak tau apa yang sebenarnya yang direncanakannya dan aku tak mau uangku dihamburkannya, maka aku menghentikan tindakan Arai. Sempat terjadi keributan di toko tersebut.
Lalu aku mengikutinya dengan membawa karung yang berisi terigu, gandum, dan gula. Kami menuju rumah Mak Cik Maryamah. Arai mengulungkan tangannya memberikan karung-karung itu. Rupanya ia berencana memberi Mak Cik Maryamah sebuah pekerjaan membuat roti dan kami yang menjualnya. Aku terharu dan merasa malu atas perbuatan Arai.
Para penggawa masjid yaitu Taikong Hamim, Haji Satar, dan Haji Hazani adalah mesin-mesin budi pekerti. Mereka sangat kejam. Kalau tamat SD belum hafal Juz ‘Amma, siap-siap dimasukkan bedug yang dipukul sekeras-kerasnya, sampai berjalan zig-zag. Aku dan Arai sering dihukum Taikong Hamim. Maka dari itu Arai berencana menjailinya.
Setiap Taikong Hamim menjadi imam shalat jamaah dan saat akhir bacaan           Al-Fatihah Arai menyahut dengan kata Amin yang panjang dan berliuk-liuk. Menurut Arai ini adalah kejahilan yang aman, karena Taikong Hamim tidak tahu siapa pelakunya, karena ada ratusan anak-anak. Taikong Hamim tidak tahu, tapi Tuhan tahu dan akan membalas suatu saat nanti.
Pak Balia, kepala sekolah kami mengajar sastra. Ia menyuruh kami sekelas untuk menemukan kata-kata indah. Dari seluruh penjuru dunia para murid mencetuskan kata-kata dari para pemimpin dunia. Aku yang tak punya kata-kata indah, hanya menyebutkan lirik lagu Haji Rhoma Irama. Masa muda, masa yang berapi-api.
Beberapa tahun lalu, sebuah keluarga Melayu miskin berkebun di sebuah pulau tak jauh dari muara. Dalam perjalanan pulang, perahu mereka terbalik. Dalam keluarga itu hanya ada satu anak yang masih hidup. Namanya Laksmi. Ia seakan tidak punya harapan lagi, dia sangat jarang tersenyum. Sebenarnya Jimbron menaruh hati padanya. Tiap hari Minggu Jimbron membantu Laksmi. Tetapi Laksmi membiarkanya, tak acuh. Jimbron hanya ingin membuatnya tersenyum lagi.

UNSUR INTRINSIK
Tema
Tema yang tersirat dalam novel Sang Pemimpi ini tak lain
adalah “persahabatan dan perjuangan dalam mengarungi
kehidupan serta kepercayaan terhadap kekuatan sebuah mimpi
atau pengharapan”. Hal itu dapat dibuktikan dari penceritaan
per kalimatnya dimana penulis berusaha menggambarkan
begitu besarnya kekuatan mimpi sehingga dapat membawa
seseorang menerjang kerasnya kehidupan dan batas
kemustahilan.
Latar
Dalam novel ini disebutkan latarmya yaitu di Pulau Magai
Balitong, los pasar dan dermaga pelabuhan, di gedung bioskop,
di sekolah SMA Negeri Bukan Main, terminal Bogor, dan Pulau
Kalimantan. Waktu yang digunakan pagi, siang, sore, dan
malam. Latar nuansanya lebih berbau melayu dan gejolak
remaja yang diselimuti impian-impian.
 Alur
Dalam novel ini menggunakan alur gabungan (alur maju dan
mundur). Alur maju ketika pengarang menceritakan dari mulai
kecil sampai dewasa dan alur mundur ketika menceritakan
peristiwa waktu kecil pada saat sekarang/dewasa.
Gaya Penulisan
Gaya penceritaan novel ini sangat sempurna. Yaitu kecerdasan
kata-kata dan kelembutan bahasa puitis berpadu tanpa ada
unsur repetitif yang membosankan. Setiap katanya
mengandung kekayaan bahasa sekaligus makna apik dibalik
tiap-tiap katanya. Selain itu, Novel ini ditulis dengan gaya realis
bertabur metafora, penyampaian cerita yang cerdas dan
menyentuh, penuh inspirasi dan imajinasi. Komikal dan banyak
mengandung letupan intelegensi yang kuat sehingga pembaca
tanpa disadari masuk dalam kisah dan karakter-karakter yang
ada dalam novel Sang Pemimpi.
Sudut Pandang
Sudut pandang novel ini yaitu “orang pertama” (akuan). Dimana
penulis memposisikan dirinya sebagai tokoh Ikal dalam cerita.

Macam-Macam Alat Musik Tradisional Nusantara



SULING

 
Suling adalah alat musik dari keluarga alat musik tiup kayu. Suara suling berciri lembut dan dapat dipadukan dengan alat musik lainnya dengan baik.Suling modern untuk para ahli umumnya terbuat dari perak dan emas atau campuran keduanya. Sedangkan suling untuk pelajar umumnya terbuat dari nikel-perak, atau logam yang dilapisi perak. Suling konser standar ditalakan di C dan mempunyai jangkauan nada 3 oktaf dimulai dari middle C. Akan tetapi, pada beberapa suling untuk para ahli ada kunci tambahan untuk mencapai nada B di bawah middle C. Ini berarti suling merupakan salah satu alat musik orkes yang tinggi, hanya piccolo yang lebih tinggi lagi dari suling. Piccolo adalah suling kecil yang ditalakan satu oktaf lebih tinggi dari suling konser standar. Piccolo juga umumnya digunakan dalam orkes. Suling konser modern memiliki banyak pilihan. Thumb key B-flat (diciptakan dan dirintis oleh Briccialdi) standar. B foot joint, akan tetapi, adalah pilihan ekstra untuk model menengah ke atas dan profesional. Suling open-holed, juga biasa disebut French Flute (di mana beberapa kunci memiliki lubang di tengahnya sehingga pemain harus menutupnya dengan jarinya) umum pada pemain tingkat konser. Namun beberapa pemain suling (terutama para pelajar, dan bahkan beberapa para ahli) memilih closed-hole plateau key. Para pelajar umumnya menggunakan penutup sementara untuk menutup lubang tersebut sampai mereka berhasil menguasai penempatan jari yang sangat tepat. Beberapa orang mempercayai bahwa kunci open-hole mampu menghasilkan suara yang lebih keras dan lebih jelas pada nada-nada rendah. Suling konser disebut juga suling Boehm, atau suling saja.

REBAB


Rebab Adalah alat musik yang menggunakan penggesek dan mempunyai tiga atau dua utas tali dari dawai logam (tembaga) ini badannya menggunakan kayu nangka dan berongga di bagian dalam ditutup dengan kulit lembu yang dikeringkan sebagai pengeras suara. Alat ini juga digunakan sebagai pengiring gamelan, sebagai pelengkap untuk mengiringi sinden bernyanyi bersama-sama dengan kecapi. Dalam gamelan Jawa, fungsi rebab tidak hanya sebagai pelengkap untuk mengiringi nyanyian sindhen tetapi lebih berfungsi untuk menuntun arah lagu sindhen. Sebagai salah satu dari instrumen pemuka, rebab diakui sebagai pemimpin lagu dalam ansambel, terutama dalam gaya tabuhan lirih. Pada kebanyakan gendhing-gendhing, rebab memainkan lagu pembuka gendhing, menentukan gendhing, laras, dan pathet yang akan dimainkan. Wilayah nada rebab mencakup luas wilayah gendhing apa saja. Maka alur lagu rebab memberi petunjuk yang jelas jalan alur lagu gendhing. Pada kebanyakan gendhing, rebab juga memberi tuntunan musikal kepada ansambel untuk beralih dari seksi yang satu ke yang lain.

SITER


Siter Mempunyai getaran khas. Jernih dan ringan. Agak berbeda dengan suara yang dihasilkan alat musik yang kebanyakan kita kenal. Maklum, alat musik tradisional ini sudah jarang dimainkan. Namanya siter, sebuah alat musik yang mempunyai komponen menyerupai gitar. Detailnya, alat musik ini berbentuk persegi panjang berukuran 20×50 cm. Terdiri dari badan siter yang terbuat dari kayu jati dan 24 senar di masing-masing sisi. Beda dengan gitar yang hanya mempunyai satu sisi, siter punya dua. Satu sisi disebut pelog dan yang lain slendro. Alat ini biasanya digunakan untuk mengiringi gamelan.Dari seluruh proses pembuatan, saat tersulit waktu menyetem senar. Pada penyeteman ini benar-benar membutuhkan rasa dari hati. Tetapi sayangnya dengan kemajuan zaman alat ini sudah tidak lagi diminati oleh anak-anak muda zaman sekarang. Sungguh-sungguh memprihatinkan.


PANTING


Panting Panting adalah salah satu alat musik akustik pada perangkat musik panting yang dipergunakan oleh para pemain musik panting terutama di provinsi Kalimantan Selatan. Lagu-lagu yang dibawakan adalah lagu-lagu daerah dengan bahasa Banjar seperti Kambang Goyang, Paris Barantai, dst. Pada umumnya alat musik ini terbuat dari bahan kayu nangka.

KOLINTANG
 

Kolintang Kolintang merupakan alat musik khas dari Minahasa (Sulawesi Utara) yang mempunyai bahan dasar yaitu kayu yang jika dipukul dapat mengeluarkan bunyi yang cukup panjang dan dapat mencapai nada-nada tinggi maupun rendah seperti kayu telur, bandaran, wenang, kakinik atau sejenisnya (jenis kayu yang agak ringan tapi cukup padat dan serat kayunya tersusun sedemikian rupa membentuk garis-garis sejajar). Kata Kolintang berasal dari bunyi : Tong (nada rendah), Ting (nada tinggi) dan Tang (nada tengah). Dahulu Dalam bahasa daerah Minahasa untuk mengajak orang bermain kolintang: "Mari kita ber Tong Ting Tang" dengan ungkapan "Maimo Kumolintang" dan dari kebiasaan itulah muncul nama "KOLINTANG” untuk alat yang digunakan bermain. Pada mulanya kolintang hanya terdiri dari beberapa potong kayu yang diletakkan berjejer diatas kedua kaki pemainnya dengan posisi duduk di tanah, dengan kedua kaki terbujur lurus kedepan. Dengan berjalannya waktu kedua kaki pemain diganti dengan dua batang pisang, atau kadang-kadang diganti dengan tali seperti arumba dari Jawa Barat. Sedangkan penggunaan peti sesonator dimulai sejak Pangeran Diponegoro berada di Minahasa (th.1830). Pada saat itu, konon peralatan gamelan dan gambang ikut dibawa oleh rombongannya. Adapun pemakaian kolintang erat hubungannya dengan kepercayaan tradisional rakyat Minahasa, seperti dalam upacara-upacara ritual sehubungan dengan pemujaan arwah para leluhur. Itulah sebabnya dengan masuknya agama kristen di Minahasa, eksistensi kolintang demikian terdesak bahkan hampir menghilang sama sekali selama ± 100th.

GENGGONG


Genggong Alat musik ini termasuk dalam jenis alat musik tiup yang terbuat dari pelepah daun enau. Secara etimologis kata genggong bersala dari kata geng (suara tinggi) disebut genggong lanang dan gong (suara rendah) disebut wadon, sehingga musik genggong selalu dimainkan secara berpasangan. Musik genggong secara orkestra dapat dimainkan dengan alat musik yang lain seperti petuq, seruling, rincik dan lain-lain.


TALEMPONG


Talempong Talempong adalah sebuah alat musik khas Minangkabau. Bentuknya hampir sama dengan gamelan dari Jawa. Talempong dapat terbuat dari kuningan, namun ada pula yang terbuat dari kayu dan batu, saat ini talempong dari jenis kuningan lebih banyak digunakan. Talempong ini berbentuk bundar pada bagian bawahnya berlobang sedangkan pada bagian atasnya terdapat bundaran yang menonjol berdiameter lima sentimeter sebagai tempat tangga nada (berbeda-beda). Bunyi dihasilkan dari sepasang kayu yang dipukulkan pada permukaannya. Talempong biasanya digunakan untuk mengiringi tari piring yang khas, tari pasambahan, tari gelombang,dll. Talempong juga digunakan untuk menyambut tamu istimewa. Talempong ini memainkanya butuh kejelian dimulai dengan tangga pranada DO dan diakhiri dengan SI. Talempong diiringi oleh akor yang cara memainkanya sama dengan memainkan piano.

CANANG

Canang Perkataan Canang dapat diartikan dalam beberapa pengertian. Dari beberapa alat kesenian tradisional Aceh, Canang secara sepintas lalu ditafsirkan sebagai alat musik yang dipukul, terbuat dari kuningan menyerupai gong. Hampir semua daerah di Aceh terdapat alat musik Canang dan memiliki pengertian dan fungsi yang berbeda-beda. Fungsi Canang secara umum sebagai penggiring tarian-tarian tradisional serta Canang juga sebagai hiburan bagi anak-anak gadis yang sedang berkumpul. Biasanya dimainkan setelah menyelesaikan pekerjaan di sawah ataupun pengisi waktu senggang.