create your own banner at mybannermaker.com!

Rabu, 10 Oktober 2012

Penggalan Novel dan Unsur Intrinsiknya



NEGERI 5 MENARA

Alif lahir di pinggir Danau Maninjau dan tidak pernah menginjak tanah di luar ranah Minangkabau. Alif dari kecil sudah bercita-cita ingin menjadi B.J Habibie, maka dari itu selepas tamat SMP Alif sudah berencana melanjutkan sekolah Ke SMU negeri di Padang yang akan memuluskan langkahnya untuk kuliah dijurusan yang sesuai. Namun, Amak menginginkan Alif jadi penerus Buya Hamka, membuat mimpi Alif kandas.
Alif diberi pilihan sekolah di sekolah agama atau mondok di pesantren. Sempat marah tapi akhirnya Alif ikhlas karena alif tidak ingin mengecewakan harapan orang tua khususnya ibu, alif pun menjalankan keinginan ibunya dan masuk pondok. Atas saran dari pamannya dikairo alif kecil pun memutuskan untuk melanjutkan sekolah di pondok yang ada di Jawa Timur : PONDOK MADANI. Walaupun awalnya amak berat dengan keputusan Alif yang memilih pondok di Jawa bukan yang ada di dekat rumah mereka dengan pertimbangan Alif belum pernah menginjak tanah diluar ranah minang , namun akhirnya ibunya merestui keinginan Alif itu.
Awalnya Alif setengah hati menjalani pendidikan dipondok karena dia harus merelakan cita-citanya yang ingin kuliah di ITB dan menjadi seperti Habibie. Namun kaliamat bahasa Arab yang didengar Alif dihari pertama di PM (pondok madani )mampu mengubah pandangan alif tentang melanjutkan pendidikan di Pesantren sama baiknya dengan sekolah umum. " mantera" sakti yang diberikan kiai Rais (pimpinan pondok ) man jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil. Dan Alif pun mulai menjalani hari-hari dipondok dengan ikhlas dan bersungguh-sungguh.
Di PM Alif berteman dengan Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung dan si jenius Baso dari Gowa, Sulawesi. Ternyata kehidupan di PM tidak semudah dan sesantai menjalani sekolah biasa. Hari-hari Alif dipenuhi kegiatan hapalan Al-Qur'an, belajar siang-malam, harus belajar berbicara bahasa Arab dan Inggris di 6 Bulan pertama. Karena PM melarang keras murid-muridnya berbahasa Indonesia, PM mewajibkan semua murid berbahasa Arab dan Inggris. Belum lagi peraturan ketat yang diterapkan PM pada murid yang apabila melakukan sedikit saja kesalahan dan tidak taat peraturan yang berakhir pada hukuman yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya. Tahun-tahun pertama Alif dan ke 5 temannya begitu berat karena harus menyesuaikan diri dengan peraturan di PM.
Hal yang paling berat dijalani di PM adalah pada saat ujian, semua murid belajar 24 jam nonstop dan hanya beberapa menit tidur. Mereka benar-benar harus mempersiapkan mental dan fisik yang prima demi menjalani ujian lisan dan tulisan yang biasanya berjalan selama 15 hari. Namun disela rutinitas di PM yang super padat dan ketat. Alif dan ke 5 selalu menyempatkan diri untuk berkumpul dibawah menara mesjid , sambil menatap awan dan memikirkan cita-cita mereka kedepan.
Ditahun kedua dan seterusnya kehidupan Alif dan rekan-rekannya lebih berwarna dan penuh pengalaman menarik. Di PM semua teman, guru, satpam, bahkan kakak kelas adalah keluarga yang harus saling tolong menolong dan membantu. Semua terasa begitu kompak dan bersahabat, sampai pada suatu hari yang tak terduga, Baso , teman alif yang paling pintar dan paling rajin memutuskan keluar dari PM karena permasalahan ekonomi dan keluarga.
Kepergian Baso, membangkitkan semangat Alif, Atang, Dulmajid, Raja dan Said untuk menamatkan PM dan menjadi orang sukses yang mampu mewujudkan cita-cita mereka menginjakkan kaki di benua Eropa dan Amerika. Kini semua mimpi kami berenamtelah menjadi nyata. Kami berenam telah  berada lima Negara yang berbeda, sesuai dengan lukisan dan imajinasi kita di awan. Aku (Alif) berada di Amerika, Raja di Eropa,  sementara Atang di Afrika, Baso berada di Asia, sedangkan Said dan Dulmajid sangat nasionalis mereka di Negara kesatuan Indonesia tercinta.  Di lima menara impian kami. Jangan pernah remehkan impian, walau setinggi apa pun. Tuhan sungguh Maha Pendengar.
Man jadda wajadda, siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil…
Novel ini benar-benar memberikan inspirasi bagi siapa saja yang ingin sukses dan berhasil, bahwa dimana ada usaha disitu ada jalan. Dan ikhlaslah dalam menjalani apapun yang ada dikehidupan kita, niscaya usaha dan keikhlasan hati akan diridhoi Tuhan Yang Maha Esa.
 Sebuah novel yang terinspirasi dari kisah nyata ini banyak memberikan pelajaran hidup bagi kita. Mulai dari semangat belajar para sahibul menara, kesabarannya, dan pegorbanan mereka demi menimbah ilmu di Pondok Madani. Semoga dari pengalaman mereka dapat memberikan kita motivasi dalam mencari ilmu dan menghadapi kehidupan.


Unsur Intrinsik dan Sinopsis Novel "Negeri 5 Menara"
Judul              : Negeri 5 Menara
Alur                 : Maju-Mundur (campuran)
Dimana tokoh utama (Alif Fikri) kilas balik dari ingatannya  akan masa silam ketika menimbah ilmu di Pondok Madani hingga membuahkan hasil yang menyenangkan dimasa kini.
Penokohan    :
Ø  Alif Fikri (tokoh utama)        : pandai, sosok gennerasi muda yang penuh motivasi, bakat, penuh semangat, dan tidah mudah putus asa.
Ø  Raja                : Teman Alif sesama sahibul menara.
Ø  Said                : Teman Alif sesama sahibul menara.
Ø  Dulmajid        : Teman Alif sesama sahibul menara.
Ø  Atang              : Teman Alif sesama sahibul menara.
Ø  Baso                 : merupakan anak yang paling rajin dan paling bersegera disuruh ke mesjid.
Ø  Ustad Salman   : Wali kelas Alif. Laki-laki muda bertubuh kurus bersuara lantang.
Ø  Amak              : menjunjung tinggi nilai agama, tegas, baik.
Ø  Ayah               : sabar, baik, menjunjung tinggi nilai agama.

Sang Pemimpi

Senin pagi, setengah jam sebelum jam masuk, Pak Mustar mengunci pintu pagar sekolah. Banyak siswa yang terlambat termasuk aku, Arai, dan Jimbron. Saat itu Arai menirukan gaya Pak Mustar berpidato. Pak Mustar marah, dia mengajak dua penjaga sekolah untuk mengejar kami. Ketika itu, aku dan Jimbron sedang duduk santai di depan hadapan sekelompok siswa perempuan. Aku langsung meminyaki rambutku dengan minyak rambut dan menyisir rapi agar para siswa perempuan terkesan.
Ketika aku mendekati mereka, mereka justru berteriak ketakutan. Ternyata Pak Mustar yang geram berdiri tepat di belakangku. Ia menarik kerah bajuku dan menyentaknya sampai kancing bajuku lepas. Pak Mustar berusaha menamparku tetapi aku merunduk. Aku langsung mengambil ancang-ancang untuk melesat pergi.
Aku melesat lari, segerombolan siswa, Arai, dan Jimbron berlarian ke berbagai arah. Sialnya, hanya aku yang dikejar Pak Mustar. Aku berlari menyusuri pagar sekolah. Banyak murid-murid menyemangatiku karena juga benci dengan Pak Mustar. Aku berlari semakin kencang menuju pasar pagi. Aku bertemu Arai dan Jimbron yang kelelahan. Aku dan Arai menopang Jimbron yang tak sanggup berlari menuju gudang peti es. Arai menyuruhku masuk ke dalam peti es berisi ikan. Aku ditindih Jimbron dan Arai.
Nyonya Ho Pho, pemilik gudang peti es itu menyuruh pembantunya mengangkat peti kami ke stanplat. Ketika kami diangkat, Arai justru tersenyum padaku. Mungkin ia merasa kejadian ini adalah kejadian yang fantastik. Aku melihat dari pandangan Arai yang melihat pasar yang kumuh menjadi seakan taman indah. Beginikah seorang pemimpi melihat dunia? Ketika kami diletakkan dan Nyonya Pho menghampiri kami kami melonjak keluar. Nyonya Pho terkejut dan akhirnya jatuh tak berdaya. Ia mengira kami adalah ikan duyung.
Sebenarnya Arai masih bertalian darah denganku. Neneknya adalah adik kakekku dari pihak Ibu. Ketika menginjak kelas 1 SD,Ibunya meninggal ketika melahirkan adiknya yang juga meninggal. Baru kelas 3 SD, dia sudah ditinggal Ayahnya yang juga meninggal. Kemudian ia dipungut keluarga kami.
Aku teringat saat aku dan Ayahku menumpang truk kopra menjemput Arai. Dia sudah lama menunggu kami, kami bertiga meninggalkan rumah Arai. Aku sedih melihat keadaannya yang sudah sebatang kara. Tapi ia berusaha menghiburku dengan mainan yang ia buat sendiri. Orang Melayu menyebut orang terakhir dalam silsilah keluarga disebut Simpai Keramat. Ia merasa bahagia karena siap memulai hidup baru.
Aku merasa dilindungi oleh Arai. Ia adalah saudara, sahabat, dan pelindung bagiku. Ketika ia menunjukkan gaya rambut paling baru, aku langsung mencobanya dan memperlihatkan kepada abang-abangku. Mereka mengejekku, tapi Arai menyemangatiku. Gayanya bagaikan Lone Ranger.
Sore itu aku dan Arai sedang bermain di pekarangan. Mak Cik Maryamah datang dengan anak-anaknya meminjam beras. Beras itu rencananya akan ditukar oleh biola Nurmi, anaknya. Tetapi ibuku membiarkan biola itu disimpan Nurmi. Arai merencanakan sesuatu tetapai aku tidak tahu.
Aku mengikutinya ke kamar. Ia memecahkan celengan tanah liatnya. Tanpa pikir panjang aku pun ikut memecahkan celenganku. Ia menyuruhku mengantungi uang itu dengan karung gandum. Ia menyuruhku mengikutinya. Dengan dua sepeda kami pergi. Kupikir kami akan menyerahkan uang itu kepada Mak Cik Maryamah. Tetapi Arai justru berbelok menuju pasar.
Aku tak tahu apa yang Arai pikirkan. Tiba-tiba ia berhenti di toko A Siong. Ia menumpahkan uang itu dari karung gandum. Ia meminta terigu, gandum, dan gula. Karena aku tak tau apa yang sebenarnya yang direncanakannya dan aku tak mau uangku dihamburkannya, maka aku menghentikan tindakan Arai. Sempat terjadi keributan di toko tersebut.
Lalu aku mengikutinya dengan membawa karung yang berisi terigu, gandum, dan gula. Kami menuju rumah Mak Cik Maryamah. Arai mengulungkan tangannya memberikan karung-karung itu. Rupanya ia berencana memberi Mak Cik Maryamah sebuah pekerjaan membuat roti dan kami yang menjualnya. Aku terharu dan merasa malu atas perbuatan Arai.
Para penggawa masjid yaitu Taikong Hamim, Haji Satar, dan Haji Hazani adalah mesin-mesin budi pekerti. Mereka sangat kejam. Kalau tamat SD belum hafal Juz ‘Amma, siap-siap dimasukkan bedug yang dipukul sekeras-kerasnya, sampai berjalan zig-zag. Aku dan Arai sering dihukum Taikong Hamim. Maka dari itu Arai berencana menjailinya.
Setiap Taikong Hamim menjadi imam shalat jamaah dan saat akhir bacaan           Al-Fatihah Arai menyahut dengan kata Amin yang panjang dan berliuk-liuk. Menurut Arai ini adalah kejahilan yang aman, karena Taikong Hamim tidak tahu siapa pelakunya, karena ada ratusan anak-anak. Taikong Hamim tidak tahu, tapi Tuhan tahu dan akan membalas suatu saat nanti.
Pak Balia, kepala sekolah kami mengajar sastra. Ia menyuruh kami sekelas untuk menemukan kata-kata indah. Dari seluruh penjuru dunia para murid mencetuskan kata-kata dari para pemimpin dunia. Aku yang tak punya kata-kata indah, hanya menyebutkan lirik lagu Haji Rhoma Irama. Masa muda, masa yang berapi-api.
Beberapa tahun lalu, sebuah keluarga Melayu miskin berkebun di sebuah pulau tak jauh dari muara. Dalam perjalanan pulang, perahu mereka terbalik. Dalam keluarga itu hanya ada satu anak yang masih hidup. Namanya Laksmi. Ia seakan tidak punya harapan lagi, dia sangat jarang tersenyum. Sebenarnya Jimbron menaruh hati padanya. Tiap hari Minggu Jimbron membantu Laksmi. Tetapi Laksmi membiarkanya, tak acuh. Jimbron hanya ingin membuatnya tersenyum lagi.

UNSUR INTRINSIK
Tema
Tema yang tersirat dalam novel Sang Pemimpi ini tak lain
adalah “persahabatan dan perjuangan dalam mengarungi
kehidupan serta kepercayaan terhadap kekuatan sebuah mimpi
atau pengharapan”. Hal itu dapat dibuktikan dari penceritaan
per kalimatnya dimana penulis berusaha menggambarkan
begitu besarnya kekuatan mimpi sehingga dapat membawa
seseorang menerjang kerasnya kehidupan dan batas
kemustahilan.
Latar
Dalam novel ini disebutkan latarmya yaitu di Pulau Magai
Balitong, los pasar dan dermaga pelabuhan, di gedung bioskop,
di sekolah SMA Negeri Bukan Main, terminal Bogor, dan Pulau
Kalimantan. Waktu yang digunakan pagi, siang, sore, dan
malam. Latar nuansanya lebih berbau melayu dan gejolak
remaja yang diselimuti impian-impian.
 Alur
Dalam novel ini menggunakan alur gabungan (alur maju dan
mundur). Alur maju ketika pengarang menceritakan dari mulai
kecil sampai dewasa dan alur mundur ketika menceritakan
peristiwa waktu kecil pada saat sekarang/dewasa.
Gaya Penulisan
Gaya penceritaan novel ini sangat sempurna. Yaitu kecerdasan
kata-kata dan kelembutan bahasa puitis berpadu tanpa ada
unsur repetitif yang membosankan. Setiap katanya
mengandung kekayaan bahasa sekaligus makna apik dibalik
tiap-tiap katanya. Selain itu, Novel ini ditulis dengan gaya realis
bertabur metafora, penyampaian cerita yang cerdas dan
menyentuh, penuh inspirasi dan imajinasi. Komikal dan banyak
mengandung letupan intelegensi yang kuat sehingga pembaca
tanpa disadari masuk dalam kisah dan karakter-karakter yang
ada dalam novel Sang Pemimpi.
Sudut Pandang
Sudut pandang novel ini yaitu “orang pertama” (akuan). Dimana
penulis memposisikan dirinya sebagai tokoh Ikal dalam cerita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar